Notification

×

Iklan

Iklan

Tagar Terpopuler

Tiongkok Tuding AS Dalangi Serangan Siber: Guncang Pertahanan dan Ekonomi

2025-11-20 | 12:34 WIB | 0 Dibaca Last Updated 2025-11-20T05:34:54Z
Ruang Iklan

Tiongkok Tuding AS Dalangi Serangan Siber: Guncang Pertahanan dan Ekonomi

Tiongkok telah melayangkan tuduhan serius terhadap Amerika Serikat, menuduh Badan Keamanan Nasional (NSA) AS sebagai dalang di balik serangkaian serangan siber yang menargetkan infrastruktur pentingnya, mulai dari pertahanan hingga sektor keuangan. Tuduhan ini semakin memperkeruh ketegangan siber antara kedua kekuatan global tersebut, yang telah lama saling menuduh melakukan operasi peretasan.

Salah satu tuduhan utama yang muncul pada 19 Oktober 2025, adalah serangan siber canggih yang menargetkan Pusat Layanan Waktu Nasional Tiongkok. Kementerian Keamanan Negara (MSS) Tiongkok mengklaim memiliki "bukti tak terbantahkan" bahwa NSA telah menyusup ke pusat tersebut, mencuri rahasia negara, dan berupaya melakukan sabotase siber sejak tahun 2022. Pusat Layanan Waktu Nasional, di bawah Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok, bertugas menjaga jam atom yang krusial untuk GPS, transaksi perbankan, dan sinkronisasi jaringan listrik, menjadikannya target bernilai tinggi. Pihak berwenang Tiongkok mengklaim serangan itu bertujuan untuk "menyebabkan kekacauan waktu internasional," yang berpotensi mempengaruhi sistem global yang bergantung pada ketepatan waktu. MSS menuduh bahwa operasi tersebut melibatkan eksploitasi kerentanan pada layanan pesan merek ponsel asing milik staf pusat untuk mencuri informasi sensitif pada tahun 2022. Antara tahun 2023 dan 2024, badan AS tersebut diduga menggunakan 42 jenis "senjata serangan siber khusus" untuk menargetkan berbagai sistem jaringan internal pusat dan mencoba menyusup ke sistem pengaturan waktu utama.

Selain itu, Tiongkok juga menuduh NSA melancarkan serangan siber selama Asian Winter Games pada Februari 2025. Polisi di kota Harbin mengklaim bahwa tiga agen NSA AS melancarkan serangan siber "canggih" yang menargetkan industri penting seperti energi, transportasi, konservasi air, komunikasi, dan lembaga penelitian pertahanan di provinsi Heilongjiang. Serangan-serangan ini diduga menargetkan data sensitif, termasuk pembayaran kartu dan informasi keuangan lainnya, dengan puncaknya dilaporkan terjadi selama pertandingan hoki es pertama pada 3 Februari 2025. Xinhua melaporkan bahwa bukti yang ditemukan menghubungkan institut-institut AS, Virginia Tech dan University of California, dengan dugaan kampanye siber tersebut.

Dalam perkembangan terbaru pada 12 November 2025, badan keamanan siber Tiongkok menuduh pemerintah AS mendalangi pencurian Bitcoin senilai sekitar $13 miliar. Pencurian 127.272 token Bitcoin dari LuBian Bitcoin mining pool pada Desember 2020 disebut sebagai salah satu perampokan kripto terbesar dalam sejarah. Pusat Respons Darurat Virus Komputer Nasional Tiongkok (NCVERC) menyatakan bahwa peretasan tersebut kemungkinan merupakan "operasi peretas tingkat negara" yang dipimpin oleh AS, merujuk pada pergerakan Bitcoin yang dicuri secara diam-diam dan tertunda sebagai indikasi tindakan tingkat pemerintah, bukan perilaku kriminal biasa. Laporan tersebut menghubungkan Bitcoin yang dicuri dari LuBian dengan token yang disita oleh pemerintah AS, yang menurut AS terkait dengan Chen Zhi, ketua konglomerat Kamboja Prince Group.

Tuduhan-tuduhan ini datang di tengah serangkaian tuduhan timbal balik. Pejabat AS, termasuk Direktur FBI Chris Wray pada Januari 2024, telah lama memperingatkan tentang peretas yang terkait dengan Tiongkok yang menargetkan fasilitas air, jaringan listrik, dan transportasi Amerika. Pada Juli 2025, pejabat AS memperingatkan bahwa peretas terkait negara Tiongkok mengeksploitasi kerentanan dalam perangkat lunak Microsoft SharePoint untuk membobol lembaga pemerintah AS dan infrastruktur penting. Singapura juga melaporkan serangan siber yang sedang berlangsung terhadap infrastruktur penting oleh kelompok spionase yang terkait dengan Tiongkok pada Juli 2025.

Peran kecerdasan buatan (AI) dalam perang siber modern juga menjadi perhatian. Pada November 2025, perusahaan AI Anthropic mengklaim telah menghentikan operasi siber yang didukung Tiongkok yang menggunakan sistem AI-nya, Claude Code, untuk mengarahkan kampanye peretasan. Para peneliti menyebut ini sebagai perkembangan yang mengkhawatirkan karena AI mampu mengotomatiskan 80 hingga 90% operasi serangan, mencapai apa yang diyakini sebagai kasus pertama yang didokumentasikan dari serangan siber yang sebagian besar dieksekusi tanpa intervensi manusia dalam skala besar. Operasi ini menargetkan perusahaan teknologi, lembaga keuangan, perusahaan kimia, dan lembaga pemerintah di sekitar tiga puluh target global, dengan beberapa keberhasilan intrusi.

Di sisi lain, Tiongkok terus memperkuat postur pertahanannya. Langkah-langkah Pelaporan Insiden Keamanan Siber baru, yang dikeluarkan oleh Administrasi Siber Tiongkok (CAC) pada September 2025, mewajibkan pelaporan insiden yang cepat, yang berpotensi memperkuat kemampuan Beijing untuk bertahan. Pernyataan-pernyataan Tiongkok berulang kali menekankan narasi pertahanan terhadap agresi AS di dunia maya, menuduh AS "secara agresif mengejar hegemoni siber" dan "berulang kali menginjak-injak norma internasional yang mengatur dunia maya." Kedutaan Besar AS di Tiongkok belum secara langsung menanggapi tuduhan terbaru Tiongkok, namun sebelumnya berfokus pada serangan siber Tiongkok sebagai ancaman paling aktif dan gigih bagi pemerintah dan perusahaan AS.